KENDARI – Lembaga Pemantau Kebijakan dan Pendidikan (LPKP) Sultra secara resmi melaporkan dugaan korupsi ke Kejati Sultra, Jum’at 8 Agustus 2025.
Ketua LPKP Sultra, Filman Ode
Selanjutnya, ada beberapa hal dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Kabupaten Wakatobi.
“Diantaranya, pertama Dugaan tindak pidana korupsi di dinas perhubungan kabupaten wakatobi tentang rehabilitasi dermaga patinggu dengan nilai kontrak Rp. 2.855.721.408 dengan Perusahaan pemenang CV Timu Raya Contruction. Rehabilitasi dermaga patinggu ini di duga menggunakan material lokal dan tanpa AMDAL Rehabilitasi dermaga patinggu ini di kerjakan oleh kontraktor yang HLH atau HLK,” jelasnya lagi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Lanjutnya lagi hal ini pihaknya juga telah laporakan kepada Kejaksaan Negeri Wangi-Wangi pada tanggal 07 november 2024.
“Anehnya, sudah tiga kali pergantian Kajari wangi-wangi terduga pelaku korupsi atas rehabilitasi dermaga patinggu tidak pernah di panggil oleh Kejaksaan Negeri wangi-wangi,” tuturnya lagi.
Terduga pelaku tersebut sudah seperti Santa Clause dan kebal hukum, seolah-olah Kejaksaan Negeri Wangi-wangi takut untuk melakukan Langkah hukum atas kasus ini. Dugaan kuat kami, ada MARKUS yang dipelihara di tubuh Kejari Wangi-wangi sehingga hampir seluruh kasus korupsi yang masuk ke Kejari Wangi-wangi tidak pernah ada kepastian hukum.
Kedua Dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan dana Hibah Bank Indonesia terhadap Situs Cagar Budaya Masjid Keraton Liya.
“Diduga dana Hibah tersebut digunakan tidak sebagaimana peruntukannya. Selanjutnya, ketua tim Pembangunan masjid Keraton liya yang HLH atau HLK telah ditegur oleh kepala Desa Liya Togo karena yang dilakukan tidak sesuai proposal permohonan dari desa ke Bank Indonesia. Bahkan surat teguran dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wakatobi juga tidak di indahkan oleh Ketua tim Pembangunan masjid Keraton Liya. Atas persoalan ini, selain dugaan tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan dana Hibah Bank Indonesia, telah terjadi pula dugaan tindak pidana pengrusakan situs cagar budaya,” ungkapnya lagi.
Pihaknya menduga atas persoalan tersebut melanggar sejumlah peraturan diantaranya Undang-Undang No 1 tahun 2023 pasal 391 KUHP tentang pemalsuan dokumen.
“Kemudian Pasal 263 KUHP ayat 1 barang siapa membuat surat palsu yang dapat menimbilkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti dari suatu hal dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun penjara, Pasal 264 KUHP pemalsuan surat yang dilakukan terhadap akta otentik atau surat yang dibuat oleh pejabat negara diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun,” tuturnya.
Lalu Pasal 69 ayat (1) Perpres No 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus memiliki sertifikat kompetensi pengadaan barang/jasa pemerintah yang dikeluarkan oleh LKPP dan Peraturan LKPP No 7 tahun 2021 tentang sumberdaya manusia pengadaan barang/jasa pemerintah, yang mensyaratakan pejabat pengadaan memiliki sertifikat kompetensi yang sah dan diakui oleh LKPP.
Atas dasar diatas, pihaknya meminta secara tegas kepada Kejati Sultra untuk mengusut persoalan tersebut.
Terkait hal tersebut media ini masih berusaha mengkonfirmasi ke pihak terkait lainnya, apabila ada pihak-pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini bisa menggunakan hak jawab berdasarkan UU Pers.*